Sejarah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta

Penyelenggaraan Catatan Sipil pada jaman Pemerintah Hindia Belanda ditangani oleh Lembaga “Burgerlijk Stand” atau disingkat “BS” yang artinya Catatan Kependudukan/Lembaga Catatan Sipil.

KTP Pada Zaman Hindia Belanda

KTP (kartu tanda penduduk) sudah ada sejak zaman penjajahan belanda saat itu Indonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda. KTP pada zaman Hindia Belanda ini diberikan kepada orang yang lahir di Hindia Belanda, KTP pada masa belanda ini sering disebut dengan nama Verklaring van Ingezetenschap, voor personen in Nederlandsch Indie geboren

Diterbitkan di Batavia (sekarang Jakarta), pada 14 April 1921. Dokumen ini dicetak diatas kertas zegel jenis emboss, dengan nilai 1 1/2 Gulden (Een Gulden en Vijftig cent). Ukuran: 15 cm X 10 cm. Sebuah dokumen sipil kuno dari jaman Belanda yang cukup langka.

Lembaga Catatan Sipil, adalah “suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya, serta memberi kepastian hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa “kelahiran, pengakuan, perkawinan dan kematian”. (Lie Oen Hock, 1961 : 1). Sedangkan E. Subekti dan R. Tjitrosoedibio berpendapat, bahwa “ Catatan Sipil mempunyai pengertian sebagai suatu lembaga yang ditugaskan untuk memelihara daftar /catatan guna pembuktian status atau peristiwa penting bagi warganegara seperti : “kelahiran, kematian, perkawinan”. (1979 : 2).

Menurut pasal 163 Indische Staatsregeling, penduduk Indonesia dibagi kedalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu: 1.Golongan Eropa 2. Golongan Timur Asing - Tionghoa - Bukan Tionghoa 3.Golongan Bumi Putera. Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing-masing golongan penduduk itu tidak sama. Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri.

Akta Kelahiran Jaman Burgerlijke Stand

Akta Kelahiran Yang Digunakan Sekarang

Hal ini menimbulkan kesan adanya diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya pelaksanaan catatan sipil di Indonesia

Implikasi Kebijakan Diskriminasi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

Kemudian atas dasar Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor: 31/U/UN/12/66 membawa perkembangan baru bagi dunia pencatatan sipil di Indonesia. Menurut Instruksi tersebut dipertegas, bahwa dalam pencatatan sipil tidak lagi dikenal adanya penggolongan penduduk, dan Kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dinyatakan terbuka bagi seluruh penduduk.

 

Peraturan Catatan Sipil ini berkembang lebih lanjut dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No.12 Tahun 1983 Tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil dengan melakukan pembaharuan Kantor Catatan Sipil sampai ke Kotamadya/Kabupaten Daerah Tingkat II seluruh Indonesia.

Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 pasal 1 menyebutkan bahwa :

  1. Menteri Dalam Negeri secara fungsional mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan Catatan Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  1. Kewenangan dan tanggung jawab dibidang Catatan Sipil Adalah:

    1. Penyelenggarakan pencatatan dan penertiban kutipan akta kelahiran, akta kematian, akta  perkawinan  dan   akta   perceraian   bagi   mereka   yang   bukan beragama Islam, akta pengakuan dan pengesahan anak.
    2. Melakukan penyuluhan dan pengembangan kegiatan catatan sipil.
    3. Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di bidang kependudukan/ kewarganegaraan.

Dari ketentuan-ketentuan di atas, maka tugas Catatan Sipil merupakan urusan Pemerintahan Pusat yang dilimpahkan kepada Daerah melalui asas dekonsentrasi. Dengan demikian Kantor Catatan Sipil adalah perangkat wilayah yang melaksanakan tugas pencatatan sipil sebagaimana telah disebutkan terdahulu.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di bidang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk kepada Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 150 Tahun 1998 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendaftaran Penduduk, maka urusan kependudukan dan pencatatan sipil di Kota Yogyakarta diselenggarakan oleh Badan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Catatan Sipil (BKKBC).

Selanjutnya pada tahun 2008 melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah maka dibentuk 10 Dinas di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta diantaranya adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Selanjutnya mengacu pada Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, dan Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta maka dibentuk perangkat daerah baru di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah KOTA YOGYAKARTA. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menjadi Organisasi Perangkat Daerah dengan nama yang sama yaitu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

 Dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta maka diterbitkan  Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dimana Perda Nomor 3 Tahun 2015 masih berlaku sampai selesainya penataan kelembagaan pemerintah daerah selambat-lambatnya 1 (satu) tahun.

Perubahan tersebut diikuti dengan terbitnya Peraturan daerah kota Yogyakarta Nomor  4 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Kota Yogyakarta dimana dalam perubahan peraturan tersebut nomenklatur Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil juga tetap tidak mengalami perubahan.